Kata Astana Oetara berasal dari serapan bahasa Jawa, yang terdiri dari kata astana dan oetara. Astana berarti makam atau kuburan, dan oetara atau lor berarti utara.
Jadi, secara harfiah Astana Oetara bermakna pemakaman yang berada di sebelah utara.
Astana Oetara, atau lebih dikenal dengan Pasarean Nayu ini adalah sebuah kompleks pemakaman Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegoro VI beserta para kerabatnya, garwa padmi (permaisuri), garwo ampil (selir) dan para putranya.
Sebelum menjadi makam, areal ini dulunya berupa sebuah bukit kecil sehingga ada juga yang menyebutnya dengan Pasarean Giri Yasa.
Nama ini juga menggunakan bahasa Jawa, pasarean berasal dari kata dasar sare yang artinya tidur dan pasarean berarti tempat tidur panjang alias tempat membaringkan orang yang telah meninggal atau kuburan/makam. Sedangkan, giri artinya gunung atau bukit yang menyerupai gunung, dan yasa artinya pembuatan atau dibuat. Jadi, Pasarean Giri Yasa berarti makam yang dibuat atau lokasinya di atas bukit.
Astana Oetara terletak di Kampung Nayu, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah merupakan situs religi yang baru saja diresmikan sebagai cagar budaya oleh pemerintah melalui SK Walikota Solo No. 432.22/50.1 tahun 2021.
Museum Astana Oetara dinilai mampu mendatangkan wisatawan karena mereka memiliki beberapa atraksi dan kegiatan yang menarik. Beberapa diantaranya adalah Kompleks Pemakaman Mangkunegara VI beserta jajarannya dan Pendopo yang berusia hampir 200 tahun.
Disana wisatawan juga bisa belajar mengenai sejarah Mangkunegara VI melalui arsip-arsip dokumen dan foto yang tersimpan dengan rapi bahkan sampai silsilah garis keturunannya.
Tidak hanya sebagai tempat pembelajaran sejarah, Astana Oetara juga sering dijadikan sebagai situs religi, mengingat tempat ini dinilai sakral oleh beberapa orang.
Menurut RM Haryanto, juru kunci makam yang juga buyut Mangkunegoro VI ini, menerangkan bahwa makam ini sudah ada sejak tahun 1928 ketika jenazah Mangkunegoro VI dibaringkan di pemakaman ini.
Namun, membentuk kompleknya yang seperti saat ini tentunya berdasarkan tradisi Jawa adalah setelah seribu harinya, berarti selang tiga tahun setelah wafatnya.
Sang juru kunci mengisahkan perjalanan hidup Mangkunegoro VI. KGPAA Mangkunegoro VI lahir pada Jumat Pon, 17 Rejeb Wawu 1785 (13 Maret 1857) dengan nama Gusti Raden Mas (GRM) Soejitno.
Beliau adalah putra keempat Mangkunegoro IV dengan permaisuri. Gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) Dhayaningrat disandangnya saat berusia 17 tahun, yaitu Sabtu Legi, 17 Rejeb Alip 1803 (29 Agustus 1874), dan naik tahta pada Sabtu Legi, 15 Jumadilakir Jimakir 1826 (21 November 1896).
Tiap Tahun diperingati
Situs Cagar Budaya Astana Oetara bersama masyarakat di wilayah Nusukan tiap tahunnya menyelenggarakan acara peringatan Hari Jumenengan (Naik Tahta) Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegoro VI ke 127. Tahun ini diadakan pada tanggal (18/11/2023) bertempat di lokasi Situs Cagar Budaya Astana Oetara.
Peringatan Jumenengan ini telah menjadi agenda rutin masyarakat sekitar untuk mengingat jasa Mangkunegoro VI dalam mengembangkan perekonomian, pendidikan, sosial dan budaya di Kadipaten Mangkunegaran saat itu.
KGPAA Mangkunegoro VI diangkat menjadi pemimpin Kadipaten Mangkunegaran pada 21 November 1896. Beliau adalah seorang pemimpin visioner di penghujung abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang mewarnai banyak perubahan pesat dalam melewati zaman edan dengan "ugal-ugalan".
***
Follow Google News SPEAK.co.id, dapatkan update berita terbaru!
Read more:
Cagar Budaya Astana Oetara, Peringati Hari Jumenengan Mangkunegoro VI ke 127 tahun